Search

Kamis, 12 Mei 2011

PPD: Social Learning Theory

1. Latar Belakang Teori Pembelajaran Sosial

Sebuah teori dalam bidang psikologis yang berguna dalam mengkaji

dampak media massa adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory). Teori ini dipopulerkan oleh Albert Bandura dan dibantu oleh Richard Walter. Namun, pembelajaran sosial ini pernah diteliti oleh dua orang psikolog, yaitu: Neil Miller dan John Dollard pada tahun 1941.

Albert Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di sebuah kota kecil Mundare sebelah utara Alberta, Kanada. Dia menimba ilmu pada sebuah sekolah dasar kecil, yang menjadi satu dengan sekolah menengah, dengan sumber daya yang minimal sehingga angka kesuksesan belum tinggi. Setelah tamat sekolah menengah, dia bekerja pada sebuah lubang pengisian panas pada Alaska Highway di Yukon. Dia mendapat gelar Sarjana Psikologi dari University of British Columbia pada 1949. Kemuudian, ia melanjutkan studi di University of Iowa dan dianugrahi gelar Ph.D pada tahun 1952. Kini ia menjadi profesor psikologi di Stanford University.

Richard Walter berasal dari Wales. Dia menimba ilmu di Inggris pada Bristol dan Oxford. Sejak 1949 hingga 1953, ia menjadi dosen filsafat di Aucland University College, New Zealand. Ketertarikannya pada psikologi membuatnya melanjutkan studi di Stanford University dan mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1957 serta menjadi anak didik dari Albert Bandura. Pada tahun 1963, ia mendapat gelar profesor psikologi dari Universitas Waterloo. Sayangnya, pada tahun 1968 Walter meniggal secara tragis.

Dalam laporan hasil percobaan Miller dan Dollard, mereka mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan oleh unsur instink atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut oleh Miller dan Dollard dinamakan "social learning “(pembelajaran social). Perilaku peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka "para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika tidak melakukannya.", demikian saran yang dikemukakan oleh Miller dan Dollard.

Dalam penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat belajar meniru atau tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa permen. Dalam percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat membedakan orang-orang yang akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka akan ditirunya, jika perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan terpelajari (learned), hasil belajar ini kadang berlaku umum untuk rangsangan yang sama. Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru orang-orang yang mirip dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi, kita mempelajari banyak perilaku "baru" melalui pengulangan perilaku orang lain yang kita lihat. Kita contoh perilaku orang-orang lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan tersebut dari orang-orang lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan orang-orang lain tertentu tadi, di masa lampau.

Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963), mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" - pembelajaran melalui pengamatan. Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata anak-anak bisa mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalnya melalui film atau bahkan film karton.

Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial sebaiknya diperbaiki lebih jauh lagi. Dia mengatakan bahwa teori pembelajaran sosial yang benar-benar melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu dipikirkan ulang.

2. Asumsi Dasar Teori Pembelajaran Sosial

Adapun asumsi dasar teori pembelajaran sosial adalah sebagai berikut:

1. tingkat tertinggi dari pembelajaran hasil pengamatan dicapai dengan mengatur dan berlatih memperagakan perilaku secara simbolis kemudian memerankannya secara terbuka. Peniruan perilaku termasuk kata, label atau kesan pada ingatan yang lebih baik dari sekadar mengamati.

2. individu kemungkinan besar mengadopsi perilaku model jika model tersebut serupa dengan si pengamat dan memiliki kekaguman padanya dan perilaku memiliki fungsi nilai.

3. individu kemungkinan besar mengadosi perilaku orang lain jika berkesudahan dengan penghargaan padanya.

3. Pembahasan Teori Pembelajaran Sosial

Teori belajar secara tradisional menyatakan bahwa belajar terjadi dengan cara menunjukkan tanggapan (response) dan mengalami efek-efek yang timbul .Penentu utama dalam belajar adalah peneguhan (reinforcement), di mana tanggapan akan diulangi menjadi pelajaran jika organisme mendapat hukuman (reward). Tanggapan tidak akan diulangi kalau organisme mendapat hukuman (punishment) atau bila tanggapan tidak memimpinnya ke tujuan yang dikehendaki. Jadi, perilaku diatur secara eksternal oleh kondisi stimulus yang ditimbulkan leh kondisi-kondisi peneguhan.

Bandura berpendapat bahwa lingkungan mempengaruhi perilaku dan sebaliknya, perilaku juga mempengaruhi lingkungan. Dia menamakan konsepnya ini reciprocal determinism (aturan timbal balik) yang maksudnya lingkungan dan perilaku seseorang saling mempengaruhi satu sama lain.

Kemudian lebih lanjut ia memulai untuk melihat kepribadian sebagai sebuah interaksi di antara tiga komponen, yaitu: lingkungan, perilaku, dan porses psikologis seseorang. Proses psikologis tersebut maksudnya terdiri dari kemampuan kita untuk memiliki gambaran dalam pikiran kita dan bahasa.

Menurut versi Bandura, maka teori pembelajaran sosial menekankan pada:

(1) observational learning (pembelajaran dari hasil pengamatan) atau modeling,

(2) self-regulation (regulasi diri),

(3) self-efficacy (efikasi diri),

(4) self-determinism (determinasi diri),

(5) vicarious reinforcement.

Observational Learning (pembelajaran dari hasil pengamatan atau modeling)

Berdasarkan teori pembelajaran sosial, pengaruh peniruan menghasilkan pembelajaran melalui fungsi informatif. Selama mengamati, pengamat umumnya mendapatkan representasi simbolis dari aktivitas-aktivitas model yang melayani sebagai pemandu untuk penampilan yang tepat.

Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam proses modeling:

1. Attention processes

Ketika kita sedang ingin mempelajari sesuatu, kita harus memperhatikannya. Demikian juga sesuatu yang mengurangi perhatian, maka akan mengurangi pembelajaran, termasuk pembelajaran dari hasil pengamatan. Sebagai contoh, jika kita mengantuk, grogi, kecanduan, sakit, gugup atau “berlebihan”, kita tidak dapat belajar dengan baik. Demikian pula bila pikiran kita dikacaukan oleh rangsangan persaingan.

Sesuatu yang mempenaruhi perhatian adalaha karakteristik model. Kita akan lebih memperhatikan ika modelnya colorful, dramatis, atraktif, atau berwibawa atau terlihat sangat kompeten. Dan kita juga akan lebih memperhatikan jika model tersebut terlihat sama dengan diri kita. Inilah jenis-jenis variabel yang ditujukan langsung oleh Bandura ke arah pengujian televisi dan dampaknya pada anak-anak.

2. Retention processes (ingatan/penyimpanan)

Tahap yang kedua, kita harus mampu menyimpan (mengingat) apa uang harus diperhatikan. Ini merupakan awal di mana perumpamaan dan bahasa berasal: kita menyimpan apa yang kita lihat pada yang dilakukan model dalam bentuk penggambaran mental atau deskripsi verbal. Ketika benar-benar disimpan, kemudian kita dapat “membawa” kesan atau deskripsi itu, kita dapat menirunya dengan tingkah laku kita sendiri.

3. Motor reproduction processes

Dalam hal ini, kita hanya duduk dalam angan-angan atau lamunan. Kita harus menerjemahkan atau mewujudkan kesan/deskripsi ke dalam tingkah laku yang sebenarnya. Jadi, kita harus memiliki kemampuan mereproduksi tingkah laku sebagai urutan terpenting. Sebagai contoh, kita biasa melihat orang bermain sepak bola, belum tentu kita tidak bisa menendang bola dengan keras menuju gawang apabila kita tidak bisa bermain sepak bola dengan baik. Namun, kita bisa bermain sepak bola, dalam dunia nyata kemampuan kita akan meningkat apabila menonton pemain sepak bola yang bermain lebih baik dari kita.

Hal penting lainnya dari reproduksi yaitu kemampuan kita untuk meniru akan bertambah baik dengan latihan pada hal-hal menyangkut tingkah laku. Tak hanya itu, kemampuan kita akan bertambah baik ketika kita membayangkan penampilan diri kita.

4. Motivational processes

Teori pembelajaran sosial membedakan antara kemahiran dan penampilan karena orang-orang tidak akan melakukan apapun jika tidak termotivasi untuk meniru.

Jenis-jenis motivasi menurut Bandura:

a. past reinforcement: menurut tingkah laku tradisional

b. promised reinforcement: dorongan-dorongan yang dapat kita bayangkan

c. vicarious reinforcement: melihat dan menghubungkan kembali model untuk diperkuat.

d. past punishment: hukuman yang telah berlalu

e. promised punishment: hukuman yang akan tiba (ancaman)

f. vicarious punishment: hukuman yang seolah-olah dialami oleh diri sendiri

Ulasan di atas (poin a, b, c) secara tradisional dipertimbangkan menjadi suatu “penyebab” pembelajaran. Bandura mengatakan bahwa mereka tidak banyak menjadi penyebab pembelajaran seperti menyebabkan kita untuk menunjukkan apa yang sudah kita pelajari. Jadi, ia melihat mereka sebagai motivasi. Motivasi negatif ternyata ada baiknya juga dan memberikan kita alasan untuk tidak meniru seseorang (poin d, e, f). Seperti pada kebanyakan behavioris tradisional, Bandura mengatakan bahwa hukuman dalam bentuk apapun tidak akan bekerja dengan baik sebagai penguatan dan faktanya memiliki kecenderungan “sudah terbaca sebelumnya” oleh kita.

Self-regulation (regulasi diri)

Pengaturan diri – mengontrol tingkah laku kita sendiri – dalam kata lain “pekerja keras” pada kepribadian manusia. Bandura menyatakan tiga langkah, yaitu:

a. self-observation (observasi diri)

kita melihat diri kita sendiri, tingkah laku kita dan menjaga etiket itu.

b. judgment (penilaian)

kita membandingkan apa yang kita lihat dengan sebuah standar. Sebagai contoh, kita dapat membayangkan penapilan kita dengan standar tradasional, seperti “aturan tatacara” atau kita dapat menciptakan aturan yang lebih mengikat, seperti “saya akan membaca buku seminggu sekali”. Atau kiat dapat bersaing dengan orang lain atau dengan diri kita sendiri.

c. self-response (respon diri)

jika kita mengerjakan sesuatu dengan baik dalam perbandingan dengan sebuah standar, kita memberikan diri kita sendiri penghargaan atau apresiasi sebagai respon diri. Kalau kita mengerjakan sesuatu yang buruk, kita memberikan hukuman untuk diri kita sendiri sebgai respon diri. Respon diri berkisar dari nyata (mendorong lebih pada tindakan langsung) dan lebih tersembunyi (merasa malu atau bangga).

Konsep yang sangat penting dari psikologi yang dapat dimengerti dengan regulasi adalah self-concept (konsep diri, lebih dikenal sebagai self esteem -penghargaan diri-). Jika kita sudah cukup lama hidup (telah dewasa), kita akan menemukan standar hidup kita sendiri dan kehidupan yang memiliki self-praise dan self-reward akan mempunyai sebuah self-concept yang baik (self-esteem yang tinggi). Begitupun sebaliknya, kalau kita gagal menemukan standar hidup kita sendiri dan sering menghukum diri sendiri, kita akan memiliki self-concept yang buruk (self-esteem rendah).

Behavioris umumnya memandang reinforcement penguatan adalah efektif dan punishment (hukuman) penuh dengan masalah. Tiga akibat dari self-punishment yang berlebihan menurut Bandura, yaitu:

a. kompensasi: kompleks yang superior, contohnya khayalan tentang kemewahan,

b. ketidakaktifan: apatis, depresi, dan kebosanan,

c. pelarian (escape): narkoba, alkohol, fantasi televisi, atau mungkin bunuh diri.

Bandura mengemukakan tiga langkah self-regulation terhadap penderita self-esteem yang buruk, yaitu:

a. regarding self-observation: observasi mengenai diri. Tahu siapa diri mereka. Tahu gambaran yang tepat tentang perilaku kita,

b. regarding standards: yakinkan diri standar kita tidak terlalu tinggi, jangan sampai diri kita gagal. Tetapi kalau standar kita terlalu rendah, tentu tidak berarti pula,

c. regarding self-response: gunakanlah penghargaan (self-reward) bukan self-punishment serta rayakanlah kemenenganmu, jangan larut pada kegagalan.

Self-efficacy (Efikasi diri)

Efikasi diri merupakan persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri juga merupakan perasaan optimis mengenai diri kita yang berkemampuan dan efektif. Secara singkat, efikasi diri adalah sejauh mana kita mampu mencapai sesuatu. Efikasi diri tumbuh dari keberhasilan-keberhasilan yang pernah dilakukan.

Reciprocal Determinism (Faktor-faktor Hubungan Timbal Balik)

Dari perspektif pembelajaran sosial, fungsi psikologi adalah lanjutan interaksi timbal balik antara kepribadian, tingkah laku, dan lingungan sebagai pengatur.

a. Interdependence of personal and environmental influence (ketergantungan antara pribadi dan lingkungan)

Seperti kita ketahui, faktor pribadi internal dan tingkah laku juga menjalankan sebgai faktor-faktor hubungan timbal balik dari yang lainnya. Salah satu contohnya adalah ekspektasi seseorang berpengaruh pada bagaimana dia berperilaku dan hasilnya akan merubah ekspektasinya. Kelemahan utama dari perumusan tradisional adalah mereka menghilangkan penempatan perilaku dan lingkungan sebagai kesatuan yang terpisah. Pada kebanyakan bagian, lingkungan hanya sebuah kemampuan hingga perwujudan dengan aksi yang tepat.

b. Reciprocal influence and the exercise of self-direction

Diskusi proses sebab akibat melahirkan masalah pokok determinisme dan kebebasan individu. Dalam kerangka pembelajaran sosial, kebebasan didefinisikan sebagai hubungan dari sejumlah pilihan yang tersedia pada manusia dan penggunaan yang tepat baginya. Dari perilaku alternatif dan hak istimewa yang dimiliki seseorang, yang terbesar adalah kebebasannya beraksi.

c. Reciprocal influence and the limits of social control (pengaruh timbal balik dan terbatasnya kontrol sosial)

Operasi dari pengaruh timbal balik menekankan pada perhatian publik untuk memajukan pengetahuan psikologis akan meningkatkan pada perhitungan manipulasi dan kontrol orang-orang. Reaksi yang umum pada ketakutan adalah semua perilaku itu tidak dapat diacuhkan untuk dikontrol. Ketika orang-orang memberitahukan tentang bagaimana perilaku dapat dikontrol, ia cenderung untuk menolak pengaruhnya, dengan begitu membuat manipulasi semakin sulit.

Vicarious Reinforcement

Vicarious reinforcement menandai ketika pengamat meningkatkan perilaku terhadap sesuatu yang pernah ia lihat dari orang lain. Akibat positif pengamatan paling utama mungkin untuk membantu pengembangan adopsi perilaku yang mana memiliki aspek yang kurang baik dan oleh karena itu membutuhkan dorongan jika mereka ingin melakukannya. Ketika orang lain mengajak untuk berpartisipasi pada aktivitas yang menyenangkan, biasanya terhalang oleh larangan sosial.

4. Aplikasi Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial telah diterapkan secara ekstensif untuk pemahaman agresi dan gangguan psikologis, terutama pada konteks perubahan perilaku. Teori ini juga dasar teoritis untuk teknik peniruan perilaku yang digunakan pada program pelatihan secara luas. Contoh pembelajaran sosial yang umum adalah pada televisi komersial.

Teori ini diaplikasikan pada perilaku konsumen Teori ini menyatakan bahwa terjadi banyak pembleajaran melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Teori ini juga sangat berguna untuk menganalisis kemungkinan dampak kekerasan yang ditayangkan televisi.


download materinya disini



Tidak ada komentar: